Kamis, 28 Januari 2010

Susahnya Menembus Industri Fashion


Fashion Tent, tempat utama pergelaran Jakarta Fashion Week 09/10, juga menjadi ajang para desainer muda untuk memamerkan rancangannya. Stella Rissa, Jeffry Tan, dan Mel Ahyar menggelar rancangan mereka dalam ”3 Young and Vibrant Designers”, Selasa (17/11). Sedangkan dalam acara Cleo Fashion Awards 2009 di panggung Koridor M, Rabu (18/11), penonton menanti-nanti penampilan label Raiki, Kikichan, KLÉ, Nina Nikicio, Danjyo&Hiyoji, Majic., Geulis, dan Petite Cupcakes. Semua adalah merek yang dimiliki orang muda berusia 20-30 tahun. Penghargaan kemudian diberikan juri kepada KLÉ yang didirikan Kleting Titis Wigati pada Januari 2009.

Yang membedakan para perancang di atas dari banyak yang lain adalah mereka memiliki tekad membuat produk siap pakai daripada membuat pakaian berdasarkan pesanan satu per satu pelanggan. Para perancang seperti itulah yang membuat industri mode berkembang karena karya mereka dapat dinikmati masyarakat luas.

Kenyataannya, tidak mudah memasuki industri mode karena keterkaitan dengan industri pendukung di hilir dan hulu yang panjang. Ketika masih memproduksi dalam hitungan satu atau dua lusin per bulan, belum ada kendala bahan baku atau modal. Begitu berbicara koleksi satu tahun yang biasanya terdiri atas dua koleksi utama dengan beberapa koleksi antara, bahan baku menjadi masalah. Pun modal.

”Bahan baku memang jadi masalah. Saya menyiasati dengan baik-baikin tukang jual kain supaya kainnya disimpankan dulu. Nanti, saya tebus kalau sudah ada uang,” kata Kleting. Untuk tiap koleksi, KLÉ membuat 26 model dan tiap model diproduksi 25 buah dengan sistem subkontrak.

Jeffrey Tan, yang belajar mode di Esmod Jakarta dan sejak awal 2009 memiliki butik di Warung Buncit, Jakarta Selatan, menawarkan desain yang dia sebut sebagai ”eksperimental”. Wujudnya detail, seperti bentuk saku pada rok atau kerah di blazer untuk memberi karakter. Hasilnya, di panggung Jeffrey mendapat tepuk tangan penonton.

”Saya pernah empat tahun kerja di pabrik garmen di Bali, jadi tahu cara outsource produksi rancangan saya kalau ada pesanan banyak,” kata Jeffrey yang produk baju laki-lakinya terdapat di Fashion First, Senayan City, Jakarta.

Dana Maulana (29), yang bersama Syarifah Liza (28) mengawaki Danjyo&Hiyoji, sudah memulai usaha ini sejak 2001. Meskipun demikian, untuk membesarkan dengan cepat masih kesulitan modal. ”Kami sedang mencari investor,” kata Dana, yang tiap bulan memproduksi 500 potong pakaian perempuan dan laki-laki dewasa muda dengan 11 karyawan.

Disadur dari : http://female.kompas.com/read/xml/2009/11/22/10342626/susahnya.menembus.industri.fashion


Tidak ada komentar:

Posting Komentar