Selasa, 26 Januari 2010

Dokter Bedah Saraf di Indonesia Sangat Sedikit

Dokter bedah saraf yang tergabung dalam Ikatan Ahli Bedah Saraf Indonesia (Ikabasi) hingga saat ini masih sedikit, yakni kurang dari 150 orang, dan sebagian besar bermukim di Jakarta.

"Sebagian sisanya tersebar di sejumlah kota besar lainnya, seperti Surabaya, Bandung, Semarang, Denpasar, Medan, Lampung, Padang, Yogyakarta, Palembang, Manado, dan Pontianak," kata Prof Dr dr Sri Maliawan, SpBS pada pidato pengukuhan guru besar ahli bedah saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (Unud).

Di hadapan sidang senat terbuka yang dipimpin Rektor Unud Prof Dr dr I Made Bakta, profesor kelahiran Kabupaten Tabanan itu menjelaskan, meskipun sangat terbatas, anggotanya mempunyai peran yang sangat strategis di kancah internasional.

Ikabasi, atas prakarsa Prof Iskarno pada tahun 1980, telah membentuk ASEAN Neurological Surgery Association yang beranggotakan negara Thailand, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.

Wadah tersebut mengadakan pertemuan pertama di Bandung, berhasil menerbitkan buku bedah saraf dalam bahasa Indonesia, hingga akhirnya ilmu bidang bedah saraf Indonesia memasuki era baru.

Sri Maliawan menjelaskan, 147 dokter spesialis bedah saraf di Indonesia yang sebagian besar bermukim di Jakarta itu harus melayani 220 juta penduduk Indonesia. Rasio layanan sekitar satu dokter berbanding 1,5 juta orang sehingga sangat berat untuk memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan.

Lebih-lebih, 70 orang atau separuh dari 147 dokter ahli saraf itu bermukim di Jakarta untuk melayani penduduk sekitar 10 juta jiwa atau satu berbanding 110.000 orang.

Empat lembaga pendidikan bedah saraf di Indonesia, yakni Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Universitas Airlangga, dan Universitas Sumatera Utara, sedang mendidik 70 orang, delapan di antaranya dalam penyelesaian studi.

Dengan demikian, dalam tahun 2010 anggota Ikabasi hanya bertambah delapan spesialis bedah saraf. "Mereka tentu ingin bekerja di kota-kota yang sudah memiliki fasilitas pelayanan bedah saraf atau diagnostik yang memadai di kota-kota di Pulau Jawa," ujar Sri Maliawan.

Dengan demikian, tetap terjadi ketimpangan dari segi pelayanan dan pendidikan dalam bidang bedah saraf untuk Indonesia bagian timur. "Kami berharap, dengan berkembangnya pendidikan dan pelayanan bedah saraf di Bali, khususnya Fakultas Kedokteran/RSUP Sanglah Denpasar dapat mengurangi ketimpangan untuk Indonesia timur," kata Prof Sri Maliawan.

Disadur dari : http://kesehatan.kompas.com/read/2010/01/26/08063146/Dokter.Bedah.Saraf.di.Indonesia.Sangat.Sedikit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar