Selasa, 26 Januari 2010

"Burung" Si Buyung Kecil? Jangan Bingung!


Siapa tahu memang karena tubuhnya montok hingga penisnya tertutup lemak. Kalaupun terbilang kecil, toh bisa diterapi sejak dini.

Bu, Pak, sebagai orangtua, kita "hobi" banget kan membanding-bandingkan si kecil dengan bayi lain. Termasuk masalah alat vitalnya dan kemudian panik sendiri ketika melihat, "Kok anaknya si Mira penisnya lebih besar. Padahal, umurnya sama dengan anakku."

Kekhawatiran semacam itulah, tutur dr Jose RL Batubara, SpA dari Bagian Endokrinologi Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, yang umumnya dikeluhkan orangtua saat datang berkonsultasi ke dokter.

Besar kecil
Penis, jelas Jose, disebut kecil alias mikropenis bila ukurannya kurang dari dua standar deviasi rata-rata. Artinya, ukuran panjang penis si bayi berselisih 2 cm dibandingkan bayi lahir normal yang biasanya memiliki penis berukuran sekitar 3,5 cm.

"Nah, kalau panjang penisnya cuma 1 cm, baru bisa dikategorikan mikropenis. Kasus seperti ini yang sebetulnya perlu dikonsultasikan kepada dokter guna dicarikan penyebab sekaligus penanganan selanjutnya."

Sementara itu, ada pula kategori penis kecil yang sebenarnya tak perlu dipusingkan, yakni small penis atau bila ukurannya kurang dari satu standar deviasi rata-rata. "Jika saat lahir ukuran penisnya sekitar 2,5 cm, tak usah kelewat dicemaskan."

Penis itu sendiri, terang DR dr Akmal Taher, spesialis urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo, merupakan organ seks sekunder yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh faktor hormon, yakni hormon testosteron. "Dengan begitu, bila ada gangguan hormonal karena faktor bawaan, misalnya, pertumbuhan penis akan terganggu pula. Gangguan hormonal inilah yang diduga menjadi penyebab keterlambatan pertumbuhan penis, makanya muncul kasus penis kecil," ujar Akmal.

Meski, seperti diutarakan Jose pada kesempatan terpisah, besar-kecil ukuran penis amat relatif sifatnya. "Bisa saja seorang bayi sebetulnya tidak berpenis kecil, tapi jadi terlihat 'tenggelam' karena badannya montok sehingga pangkal penisnya tertutup lemak." Hal senada dikatakan Akmal. "Pada bayi gemuk, umumnya penis terlihat jadi kecil. Sedangkan kalau bayinya kurus dan bertubuh kecil, kemungkinan penisnya memang kecil."

Nah, untuk memastikan apakah "burung" si buyung termasuk mikropenis atau bukan, harus dibawa ke dokter, tepatnya dokter yang mendalami endokrinologi anak mengingat "gangguan" ini terkait dengan masalah hormonal.

Penyebab mikropenis pun beragam. "Bisa karena perkembangan organ yang tidak optimal, juga akibat adanya sindrom-sindrom tertentu. Bisa juga idiopatik, yakni bila penyebabnya tidak diketahui dengan jelas."

Tak tergantung ukuran

Di Indonesia, lanjut Jose, sebetulnya sudah ada penelitian di beberapa kota besar mengenai ukuran rata-rata penis pada anak sesuai dengan tahapan usia. Hasilnya, ternyata ukuran penis rata-rata sampai anak usia 5 tahun tidak berbeda dengan ukuran standar yang "dianut" luar negeri.

Bicara soal ukuran, "Kalau perbedaannya tidak ekstrem/mencolok, tidak bahaya kok. Toh itu hanya soal ukuran. Tapi, kalau kelewat mencolok, bisa berdampak psikologis lho! Misalnya, ketika pipis bersama-sama dengan temannya, anak akan minder/malu. Terlebih bila penis yang kecil tadi terlihat dan kemudian dijadikan bahan olok-olok oleh temannya."

Orangtua pun sebenarnya tak perlu kelewat mengkhawatirkan fungsi seksual penis si kecil saat dewasa kelak. Soalnya, jelas Akmal, pertumbuhan penis akan bertambah secara proporsional sesuai dengan usianya, terutama pada usia puber, di mana aktivitas bertambah dan postur tubuh berubah secara cepat. "Lagi pula, fungsi seksual penis pun tak melulu ditentukan oleh besar-kecilnya. Artinya, maksimal-tidaknya fungsi seksual seseorang sama sekali tidak ditentukan oleh ukuran besar-kecil atau panjang-pendeknya penis."

Malah, "Tak sedikit lho yang penisnya kecil, tetapi kemampuan ereksinya tak jadi masalah. Jadi, mesti digarisbawahi bahwa kepuasan seksual tidak semata-mata ditentukan oleh ukuran besar-kecilnya penis."

Sebelum akil balig

Kendati begitu, saran Jose, jika penis bayi memang betul-betul kecil, jelas perlu ditangani segera. Bahkan, sesaat setelah lahir pun bisa langsung diobati. Jose pun mengingatkan agar kita tak terkecoh oleh anggapan/mitos di masyarakat bahwa penis akan membesar dengan sendirinya setelah disunat. "Sunat kan sebetulnya cuma 'membuka' dan 'mendorong' kulit yang menutup ujung penis agar mudah dibersihkan dan tak menjadi sarang kotoran."

Yang jelas, mikropenis hanya bisa ditanggulangi sebelum memasuki masa akil balig atau maksimal saat anak berusia 12 tahun. Lewat dari itu, tidak akan menunjukkan hasil maksimal. "Bahkan, boleh dibilang tidak ada gunanya. Soalnya, kadar hormon testosteronnya sudah tinggi seperti halnya orang dewasa sehingga tidak bisa diberi tambahan lagi."

Pengobatan mikropenis, ujar Jose, 10 tahun lalu masih dengan cara mengoleskan krim hormon ke penis, tapi hasilnya kurang optimal. "Kini yang diterapkan berupa terapi hormonal secara berkala, yaitu dengan menyuntikkan hormon testosteron di pangkal paha atau di bokong. Biasanya dilakukan maksimal 4 kali dengan selang waktu masing-masing suntikan 3 minggu. Umumnya, tak sampai 4 kali pun sudah berespons dengan baik sehingga terapinya bisa dihentikan."

Yang juga menggembirakan, hampir semua bayi pada kasus mikropenis ternyata menunjukkan hasil yang memuaskan. Dalam arti, mikropenisnya tidak ada yang bersifat menetap. Jadi, tak perlulah kita terjebak pada bentuk-bentuk pengobatan alternatif yang katanya bisa membuat ukuran jadi normal. "Pijatan tak akan memberikan manfaat/efek apa pun

Disadur dari : http://kesehatan.kompas.com/read/2010/01/26/11291982/.quot.Burung.quot..Si.Buyung.Kecil.Jangan.Bingung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar